Pada awal kepemimpinannya yang kedua, Presiden Joko Widodo memilih Reformasi Birokrasi sebagai satu di antara lima visi besar pembangunan di Indonesia sampai dengan tahun 2024, Reformasi Birokrasi dipandang sebagai agenda yang amat penting di berbagai negara, tidak hanya di Indonesia.
Apa itu Birokrasi?
Birokrasi adalah sebuah tatanan yang terdiri dari apatur negara dan lembaga yang bekerja dalam sebuah kerangka regulasi dan aturan untuk mencapai tujuan tertentu pemerintahan. Terdiri dari manusia, kementrian, lembaga, dan instansi pemerintahan, mereka menggunakan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah dan bekerja sesuai dengan tata kelola dan mekanisme akuntabilitas.
Mengapa birokrasi perlu direformasi?
Indonesia memiliki mimpi bahwa tahun 2045 nanti kita akan menjadi salah satu pemimpin dunia dengan ekonomi nomor empat atau nomor lima se-dunia. Untuk dapat mewujudkan Indonesia yang maju di tahun 2045 nanti, mau tidak mau birokrasinya harus modern, setara dengan birokrasi negara-negara maju.
Apa yang mendefinisikan birkorasi yang modern? Kita bisa melihat bentuk birokrasi yang ada di negara maju, baik itu Singapura, Jerman, Inggris, maupun Australia. Birokrasi yang berada di negara-negara maju merupakan birokrasi yang lebih efisien. Lembaga publik dapat berjalan dengan lancar, publik mau melaporkan apapun mudah, dan layanan publik tersedia dengan baik.
Bandingkan dengan negara-negara yang mungkin belum maju. Birokrasi mereka berbelit, panjang dan tidak efisien. Mengambil contoh, mengurus Surat Keterangan Berkelakuan Baik memerlukan waktu yang lama, meminta Akta Kelahiran pun sama halnya. Ciri-ciri birokrasi yang perlu direformasi muncul ketika layanan publik sulit untuk diakses dan didapatkan.
Untuk dapat melakukan reformasi birokrasi dan menciptakan birokrasi yang lebih efisien, kita perlu membangun dan mengembangkan kapasitas negara atau state capacity.
Apa itu kapasitas negara atau state capacity?

Kapasitas negara atau state capacity merupakan kemampuan negara untuk mengimplementasikan serangkaian kebijakan pembangunan. Konsep kapasitas negara atau state capacity ini muncul dari seorang sosiolog bernama Charles Tilly pada tahun 1985 pada buku “Bringing the State Back In” dimana dia merumuskan kapasitas negara lebih dari sekedar kemampuan negara untuk memobilisir atau memobilisasi sumber daya.
Berbeda dengan ekonom sebelum dia yang menyatakan bahwa state capacity hanya merupakan kemampuan negara untuk memobilisasi sumber daya, terutama lewat pajak, Tilly menyatakan bahwa state capacity merupakan seluruh rangkaian dan kemampuan pemerintah untuk menyelenggarakan pembangunan.
Kapasitas negara terbagi menjadi tiga, Kapasitas Ekstraktif, Kapasitas Pemerintahan, dan Kapasitas Regulatori Produktif.
Tiga Aspek Kapasitas Negara
Kapasitas ekstraktif merupakan kemampuan pemerintah untuk menarik sumber daya, baik itu melalui pajak maupun melalui cara lain. Kapasitas ekstraktif merupakan gambaran state capacity yang digambarkan oleh ekonom sebelum Tilly.
Kapasitas pemerintahan merupakan kemampuan pemerintah untuk melakukan implementasi. Kapasitas ini tidak bisa diasumsikan terjadi begitu saja karena orang-orang yang ada di dalam pemerintah serta lembaga-lembaga pemerintah perlu dibangun kapasitas menjalankan implementasinya.
Dalam implementasinya, pemerintah bekerja bukan berdasarkan outcome atau hasil yang ditargetkan dalam rencana pembangunan, melainkan berdasarkan output atau apa yang bisa dilakukan. Mengambil contoh outcome ketahanan pangan, seperti apa bentuk output yang dilakukan pemerintah? Berapa dam dibangun, berapa panjang saluran irigasi primer sampai tersier, dan berapa banyak sawah dicetak merupakan beberapa output yang dapat dilakukan pemerintah. Bersama dengan agregasi, maka baru mereka dapat menghasilkan outcome yang diinginkan.
Kapasitas regulatori produktif merupakan kemampuan untuk menyiapkan kerangka regulasi yang dibutuhkan warga. Mengapa? Karena tidak semua regulasi itu untuk kebutuhan warga. Sebagian dari regulatori itu diciptakan untuk kepentingan pemerintah agar pemerintah dapat berkerja karena birokrasi bekerja melalui regulasi. Oleh karena itu untuk memastikan warga miskin bisa mendapatkan bantuan sosial, kapasitas negara untuk melahirkan regulasi ini yang dibutuhkan warga perlu dibangun.
Bagaimana membangunnya? Kapasitas tersebut dapat dibangun dengan memastikan pemerintah berempati dengan kehidupan warga sehari-hari. Tidak cukup kita mengirim Eselon III atau Eselon IV untuk ikut Diklatpim karena hal tersebut tidak dengan sendirinya membangun kemampuan empatik yang dibutuhkan. Yang perlu dilakukan adalah dengan memastikan mereka bersentuhan langsung dengan realita dengan cara mengirim staff ke lapangan. Lakukan sidak (inspeksi mendadak) sesuai dengan namanya, tidak perlu proklamasi sebelum sidak dan langsung datang ke lapangan.
Dengan tiga aspek inilah kapasitas negara atau state capacity itu dibangun, dan inilah esensi dari Reformasi Birokrasi.
Referensi Tambahan:
Tilly, C. (1985). War Making and State Making as Organized Crime (D. Rueschemeyer, P. B. Evans, & T. Skocpol, Eds.). Cambridge University Press; Cambridge University Press. https://www.cambridge.org/core/books/abs/bringing-the-state-back-in/war-making-and-state-making-as-organized-crime/7A7B3B6577A060D76224F54A4DD0DA4C